KENDARI – Kendari24.com, Mengawal pemulihan ekonomi nasional, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) tengah menargetkan sejumlah perusahaan tambang yang diduga telah merugikan Negara.
Dari sekitar 240 perusahaan tambang yang beraktivitas di Sultra, beberapa diantaranya diduga tidak menunaikan kewajibannya terhadap negara dengan mengabaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari izin penggunaan kawasan hutan (IPPKH) tidak menyalurkan dana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM) dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Sarjono Turin menjelaskan beberapa perusahaan tambang telah masuk dalam daftar penyidikan Kejati dengan mengumpulkan data dan keterangan (Pulbaket).
“Ada beberapa, tapi belum waktunya kita publikasi, ini masih dalam rana penyelidikan, dan kita akan proses, kita komitmen dan konsisten dalam mengungkap dan memberantas korupsi di sektor pertambangan,” katanya.
Sarjono Turin, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara
Sarjono menambahkan selaian menargetkan korporasi, Kejati juga mengendus modus pelaku tindak pidana korupsi di sektor pertambangan yang kerap disalahgunakan yakni persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Administrasi itu seharusnya dievaluasi setiap tahunnya dan harus mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang agar dapat beraktivitas.
“Kenyataannya, dengan tidak membayar itu, ini Korporasi bisa melakukan aktivitas penambangan, bahkan syarat yang besar lagi RKAB, rencana Kerja Anggaran Biaya itu setiap tahun harus dievaluasi, kewajiban itu harus dipenuhi membayar kepada negara sesuai rencana dan kuota yang diperoleh”, ungkapnya.
Kejaksaan juga terus berupaya mengungkap sejumlah dugaan tindak pidana korupsi izin usaha pertambangan yang melibatkan korporasi dan pejabat daerah.
Menurutnya keterlibatan pejabat daerah itu karena telah mengeluarkan izin usaha pertambangan meskipun tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
“Dia (Korporasi) tidak membayar kewajiban ada apa itu, inilah bagian penyidik untuk mengungkap jaringan itu, ini bagian yang termasuk juga yang namanya tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat yang berwenang dalam hal ini yang memberikan perizinan,” ujarnya.
Mantan pengacara KPK ini menjelaskan penghasilan Negara dari sumber daya alam seperti di sektor pertambangan sangat besar selain itu dampak buruk dari aktivitas pertambangan juga tergolong besar sehingga butuh pengelolaan yang tepat dan sesuai dengan aturan.
“Potensi sumber daya alam yang menghasilkan pemasukan Negara sangat besar itu disektor pertambanga. Selain itu dampak buruk yang diberikan juga besar seperti terjadinya bencana alam, sehingga membutuhkan pengelolaan yang tepat,” ujarnya.
Usai Penggeledahan Penyidik Kejati Sita Dokumen RKAB di ESDM Sultra
Diketahui dalam komitmen memberantas korupsi kasus pertambangan Kejati Sultra mengungkap tindak pidana korupsi berjamaah di dinas ESDM Sulawesi Tenggara dengan total kerugian Negara mencapai sekitar Rp. 495 miliar.
Selain itu kejati juga telah mengembalikan kerugian negara senilai Rp. 14, 9 miliar dari kasus aktivitas pertambang di Konawe dan Rp. 4,9 miliar dari dana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM/CSR) dari perusahaan pertambangan di Kabupaten Kolaka. (**)