KENDARI, Kendari24.com – Ratusan hektar sawah di 3 Desa di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara terendam banjir kiriman akibat aktivitas tambang nikel.
Banjir bekas galian tambang nikel itu merendam sawah sekitar 650 Ha di tiga Desa yakni Desa Pesouha, Pelambua dan Desa Totobo, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, pada Minggu 26 maret 2023 lalu atau 4 hari usai petani menanam padi.
“Mati itu padi karena terendam banjir tanah merah, 2 malam saja itu mati padi, apalagi kalau sudah 1 minggu,” ungkap Ansal (54) petani di Pomalaa.
Menurut Ansal, banjir lumpur kali ini paling parah dibanding tahun-tahun sebelumnya, sebab areal persawahan terendam banjir sangat luas mencapai ratusan hektare.
Salah satu solusi yang ditawarkan para petani yakni untuk menormalisasi Sungai Pesauha, dan membangun tanggul penghadang luapan air lebih tinggi.
“Kami sudah malas, karena percuma tidak ada solusi, sudah berkali-kali ini terjadi setiap hujan turun,” ujarnya.
Koordinator Forum Swadaya Masyarakat Daerah (ForSDa) Kolaka, Djabir Lahukuwi menuturkan yang terjadi Desa Pesouha itu adalah banjir lumpur merah di wilayah persawahan dan akan berdampak pada gagal panen petani, hal itu juga dan merugikan petani secara materil sehingga siapapun pelaku pengrusakan lingkungan harus bertanggung jawab.
“Dari Keterangan yang masuk di kami bahwa kejadian ini sudah membuat gagal panen masyarakat, saya berharap Perusda maupun perusahaan-perusahaan lain yang ada dalam Perusda harus bertanggung jawab dengan persoalan ini.” ujar Djabir.
Djabir berharap Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Kolaka memantau dan turun tangan meskipun kebijakan seperti ini sering ditarik-tarik antara pemerintah Provinsi dan Pusat tetapi kejadian seperti ada di wilayah pemerintah daerah.
“Pemda harusnya memang turun tangan. Setiap 6 bulan harus turun untuk melihat kondisi pertambangan di Kabupaten Kolaka,” Tegasnya
Andi Rahman, Direktur Walhi Sultra
Sementara itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara yang telah memantau kondisi persawahan warga di Kecamatan Pomalaa pada 8 April lalu menuturkan aktivitas tambang nikel di wilayah itu telah mencemari sungai dengan tingginya sedimen lumpur dan berdampak pada penyempitan sungai.
Endapan sedimen lumpur tambang dari sungai itu terbawa masuk ke sawah yang saat hujan dan menyebabkan masyarakat merugi.
“Endapan di sekitar persawahan itu tercemari akibat aliran sungai telah menyempit karena sedimen lumpur tambang dari perusahaan,” ujar Andi Rahman.
Walhi Sultra menyebut terdapat 2 perusahaan tambang yang beroperasi di dekat areal persawahan warga. Keduanya yakni Perusahaan Daerah (Perusda) Kolaka dan PT Putra Mekongga Sejahtera (PMS). Dua perusahaan ini diduga beraktivitas di lahan konsesi PT Vale Indonesia.
“Kedua perusahaan itu sudah tidak sesuai aturan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Walhi mengatakan pemerintah daerah dan adan aparat penegak hukum dapat lebih tegas menindak pelanggaran yang dilakukan oleh dua perusahaan itu,” tegasnya.
Andi mensinyalir ke dua perusahaan tambang nikel itu tidak membangaun area tangkapan air (sedimen pond) Sehingga, ketika hujan, material tambang langsung turun ke sungai menjadi lumpur tanah merah.
Saat ini, Walhi Sultra masih melakukan identifikasi dan mendalami lebih jauh masalah pencemaran lingkungan ini.
“Kami meminta perusahaan tambang yang beroperasi di dekat sawah untuk dihentikan, karena tidak sesuai dengan aturan dan kajian lingkungan,” ungkap Andi saat ditemui pada Senin (20/4/2023) di Kantor Walhi Sultra.