Connect with us

Hukum & Kriminal

Ditpolairud Polda Sultra dan DKP Sultra Berantas Illegal Fishing di Teluk Kendari dan Kolaka

Published

on

Petugas gabungan interogasi pelaku

KENDARI, Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Sulawesi Tenggara intensif melakukan operasi penegakan hukum untuk menangani praktik penangkapan ikan secara ilegal menggunakan bahan peledak. Dalam dua operasi terpisah pada 8 dan 9 Oktober 2025, Ditpolairud berhasil mengamankan tiga terduga pelaku di perairan Teluk Kendari dan pesisir Pantai Desa Dawi-Dawi, Kolaka.

Pada Rabu, 8 Oktober 2025, Ditpolairud Polda Sultra bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sultra menggelar patroli gabungan di perairan Teluk Kendari, tepatnya di sekitar Pulau Bokori. Sekitar pukul 12.10 WITA, petugas menemukan kapal bagang yang menyimpan 12 botol bahan peledak aktif siap ledak di dalam gabus ikan. Dua nelayan, AM (52) dan FE (25), diamankan bersama barang bukti berupa 12 bahan peledak, dua keranjang, satu gabus ikan putih, satu kotak hijau, dan dua gulungan pancing.

Dir Polairud Polda Sultra, Kombes Pol Saminata, melalui Kasubdit Gakkum AKBP Tendri Wardi, menyatakan, berdasarkan hasil interogasi awal, kedua pelaku mengaku bahan peledak tersebut akan digunakan untuk aktivitas penangkapan ikan di perairan Pasi Jambe, Bokori, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe.

“Kedua pelaku diketahui merakit sendiri bahan peledak tersebut,” ujar Tendri

Keesokan harinya, pada Kamis, 9 Oktober 2025, tim Subdit Gakkum Ditpolairud Polda Sultra yang dipimpin Ipda Rahmat Subair mengamankan seorang nelayan berinisial US (38) di pesisir Pantai Desa Dawi-Dawi, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka.

Penangkapan ini berawal dari patroli rutin yang mendeteksi gerak-gerik mencurigakan. Petugas menemukan barang bukti berupa enam botol kaca berisi pupuk siap ledak, dua botol plastik berisi pupuk, sepuluh dopis, dan barang bukti lainnya.

Menurut AKBP Tendri Wardi, tindakan ini merupakan bagian dari komitmen kepolisian untuk menindak tegas praktik illegal fishing.

“Selain melanggar hukum, penggunaan bahan peledak merusak ekosistem laut dan membahayakan keselamatan nelayan,” ujarnya.

Ketiga pelaku kini dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang bahan peledak, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Ditpolairud Polda Sultra telah memulai langkah penyidikan lanjutan, termasuk pembuatan laporan polisi dan persiapan gelar perkara.Polda Sultra menegaskan komitmennya untuk meningkatkan patroli dan pengawasan di perairan Sulawesi Tenggara guna mencegah pelanggaran hukum serta menjaga kelestarian sumber daya laut. Upaya ini diharapkan dapat mendukung keberlanjutan ekosistem bahari dan kesejahteraan masyarakat pesisir.(**)

Continue Reading

Hukum & Kriminal

Tiga Hari Pelaksanaan Operasi Wirawaspada di Jabodetabek, 196 WNA Ditindak Imigrasi

Published

on

By

JAKARTA – Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi memeriksa 229 orang warga negara asing (WNA) dalam Operasi Wirawaspada yang dilaksanakan pada 3-5 Oktober 2025, di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Dari jumlah tersebut, 203 orang berjenis kelamin laki-laki dan 26 orang perempuan. Setelah menjalani pemeriksaan, 196 WNA di antaranya terindikasi melakukan berbagai pelanggaran keimigrasian.

“Dari 229 WNA yang terjaring, kami dapati sebagian besar pelanggarannya adalah penyalahgunaan izin tinggal. Jumlahnya mencapai 99 kasus atau sekitar 43,2% dari keseluruhan pelanggaran,” jelas Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi
Yusman.

Jenis pelanggaran lain yang ditemukan meliputi 20 kasus overstay, 11 kasus investor fiktif, dan 9 kasus sponsor fiktif. Nigeria menjadi negara yang warganya paling banyak terjaring dalam
operasi tersebut, yakni sebanyak 82 orang atau meliputi 35,8% dari keseluruhan WNA, diikuti India sebanyak 28 orang dan Spanyol sebanyak 21 orang.

Sementara itu, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Jakarta Selatan menjadi kantor imigrasi yang berhasil menjaring WNA terbanyak dengan jumlah 65 WNA, diikuti oleh Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Bekasi yang menjaring 27 WNA, dan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta dengan 26 WNA.

Operasi Wirawaspada di Jabodetabek pada Oktober ini menambah daftar penindakan yang dilakukan Imigrasi sepanjang tahun 2025.

Sebelumnya, operasi serupa telah menjaring 312 WNA di Bali dan Maluku Utara. Selain pengawasan umum, Imigrasi juga fokus menindak perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) fiktif yang menjadi penjamin WNA.

Di Batam, Imigrasi menemukan 12 perusahaan PMA bermasalah, sementara di Bali, sebanyak 267 PMA dicabut Nomor Induk Berusaha (NIB)-nya karena tidak memenuhi komitmen investasi.

Tidak hanya itu, dalam Operasi Wira Waspada Serentak yang berlangsung pada Juli 2025 Imigrasi memeriksa 2.022 WNA di 2.098 titik pengawasan, dengan 294 WNA terindikasi melanggar aturan.

Operasi ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam meningkatkan pengawasan
terhadap WNA yang melakukan kegiatan di Indonesia.

“Pengawasan yang dilakukan oleh Ditjen Imigrasi memastikan bahwa hanya WNA berkualitas yang dapat tinggal dan berkegiatan di Indonesia. Jangan sampai masyarakat kita dirugikan oleh WNA yang tidak menaati aturan atau berpotensi membahayakan ketertiban dan kedaulatan,” tutup Yuldi(**)

Continue Reading

Hukum & Kriminal

Hakim Pengadilan Tipikor Kendari Vonis Tiga Pelaku Korupsi Anggaran Makan Minum Setda

Published

on

By

Ketua Majelis Hakim membacakan vonis 3 terdakwa

KENDARI, KENDARI24.COM – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari menjatuhkan vonis terhadap tiga terdakwa kasus korupsi anggaran makan minum di Sekretariat Daerah (Setda) Kota Kendari. Sidang putusan digelar di Ruang Sidang Artidjo Alkostar pada Selasa malam, (23/9/2025).

Ketua Majelis Hakim, Arya Putra Negara Kutawaringin, menyatakan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

“Ketiganya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam subsider,” tegas Hakim Ketua saat membacakan putusan.

Terdakwa Ariyuli Ningsih Lindoeno, mantan bendahara pengeluaran Setda, divonis 1 tahun 7 bulan penjara. Muchlis mendapat hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, sedangkan mantan Sekda Kota Kendari, Nahwa Umar, dijatuhi vonis 1 tahun 2 bulan penjara.

Hukuman yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kendari. Sebelumnya, JPU menuntut Nahwa Umar dengan hukuman 1 tahun 8 bulan penjara, denda Rp50 juta, dan uang pengganti Rp300 juta. Sementara Ariyuli dan Muchlis masing-masing dituntut 1 tahun 7 bulan dan 1 tahun 6 bulan penjara, dengan denda Rp50 juta serta uang pengganti Rp100 juta.

Usai putusan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Kuasa hukum ketiga terdakwa menyatakan,

“Kami pikir-pikir dulu.” katanya.(**)

Continue Reading

Hukum & Kriminal

Komisi III DPR Apresiasi Kebijakan Korlantas Polri Batasi Sirene: “Langkah Positif untuk Ketertiban

Published

on

By

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Rano Alfath.

JAKARTA, KENDARI24.COM – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Rano Alfath, memberikan apresiasi terhadap kebijakan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Agus Suryonugroho, yang membatasi penggunaan sirene dalam pengawalan pejabat negara. Menurut Rano, kebijakan tersebut merupakan langkah maju demi menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat di jalan raya.

“Saya memandang kebijakan yang dikeluarkan Kakorlantas Polri ini sebagai langkah positif dan patut didukung. Kita tau bahwa penggunaan sirene memang dimaksudkan untuk kepentingan tertentu, seperti pengawalan atau kondisi darurat. Namun dalam praktiknya, nggak jarang sirene digunakan secara berlebihan atau pada waktu yang tidak tepat sehingga menimbulkan keresahan masyarakat,” kata Rano, Minggu (21/9/2025).

Legislator PKB itu menambahkan, dirinya kerap menerima aduan dari masyarakat soal penggunaan sirene yang dianggap mengganggu. Karena itu, ia berharap aturan ini dapat berjalan konsisten di lapangan.

“Kami juga sering menerima aspirasi dari masyarakat terkait keluhan penggunaan sirene yang mengganggu. Karena itu, saya melihat kebijakan ini sejalan dengan semangat penertiban dan upaya menghadirkan ketertiban umum. Polisi sebagai APH sudah mengambil langkah antisipatif dan tentu ini perlu kita kawal bersama agar aturan bisa berjalan konsisten di lapangan,” ujarnya.

Lebih jauh, Rano menegaskan dukungan penuh Komisi III DPR terhadap kebijakan yang berorientasi pada kepentingan publik. “Harapan kami, aturan ini tidak hanya tegas dalam pelaksanaan, tetapi juga disertai sosialisasi yang baik, sehingga masyarakat maupun pihak-pihak yang berwenang menggunakan sirene memahami batasannya,” jelasnya.

“Intinya kita mendukung kebijakan ini dan berharap bisa menjadi salah satu upaya kecil tapi penting dalam meningkatkan disiplin berlalu lintas serta kenyamanan publik,” tambahnya.

Sebelumnya, Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho telah membekukan sementara penggunaan sirene dan lampu strobo dalam pengawalan pejabat negara. Ia juga menekankan larangan penggunaan sirene pada waktu-waktu tertentu, misalnya saat azan berkumandang.

“Saat sore atau malam atau adanya suara azan agar jangan menggunakan sirene,” kata Agus, Sabtu (20/9/2025).

Agus menjelaskan, sirene hanya boleh dipakai untuk kepentingan yang benar-benar membutuhkan prioritas. “Kalaupun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya imbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” ujarnya.

Kebijakan ini dikeluarkan sebagai respons atas kritik masyarakat dan sejalan dengan program “Polantas Menyapa” yang digagas Korlantas Polri.(**)

Continue Reading

Trending