Connect with us

Hukum & Kriminal

Merawat Kemerdekaan Pers Melalui Diskusi AJI-IJTI

Published

on

KENDARIKendari24.com, Sebagai upaya merawat Kemerdekaan Pers di Sulawesi Tenggara, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari bersama Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara menggelar diskusi mengangkat tema “Tantangan Kemerdekaan Pers” serta ketidakikutan AJI dan IJTI dalam pelaksanaan Hari Pers Nasional.

Diskusi berlangsung di Warkop MO yang terletak di bilangan pelataran Eks MTQ Kendari dan menghadirkan empat orang narasumber di mana Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim, Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan hadir secara daring (online), sementara Kabid Humas Polda Sultra Kombes Pol Ferry Walintukan dan Peneliti Media Aswan Zanynu hadir secara langsung dalam diskusi yang di pandu oleh Zainal Ishaq dari Fact Checker Tempo.

Dalam diskusi itu, Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim menegaskan, terdapat sejumlah alasan yang membuat AJI bersama IJTI tidak turut serta dalam merayakan Hari Pers Nasional.

Ia menjelaskan, dari segi dasar hukum, Peraturan Presiden (Perpres) sudah tidak relevan dalam menetapkan tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional.

“Yang lebih substansi sebenarnya, kami tidak mempersoalkan ini tanggal lahir PWI atau tidak. Ini sebenarnya tidak menjadi persoalan bagi kita, tapi kalau kita lihat anggaran yang digunakan untuk HPN selalu menggunakan anggaran APBN dan angkanya lumayan besar,” ucapnya.

Meski begitu, pada 2017 lalu AJI dan IJTI sempat melakukan diskusi bersama PWI dan komunitas pers lainnya serta sejarawan dan peneliti. Dalam diskusi itu membahas sejumlah persoalan, seperti pengesahan UU Pers 23 September, di mana UU Pers menjadi tonggak kebebasan pers dari masa orde baru.

“Memang ada banyak pertimbangan mengapa AJI dan IJTI tidak ikut merayakan HPN. Walaupun kami melaksanakan kegiatan di tanggal 29 September, sebaiknya anggaran tidak bersumber dari APBN, ini negara lagi susah tapi anggaran digunakan untuk kegiatan yang tidak terlalu penting,” katanya.

Terkait tantangan pers ke depan, menurutnya, saat ini pers atau jurnalis memiliki banyak tantangan dalam menjalan tugas serta fungsi sebagai jurnalis. Salah satunya terkait masalah penerapan Undang-undang ITE.

Berdasarkan data yang diperoleh AJI dari Dewan Pers, di tahun 2021 terdapat sekitar 41 laporan dari masyarakat terkait UU ITE yang dilaporkan ke Dewan Pers, dan tiga di antaranya di vonis bersalah.

Sedangkan, dari segi kasus kekerasan terhadap jurnalis, Sasmito melihat tidak banyak perkembangan positif dalam penanganannya. Dari tahun 2020 terdapat 84 kasus kekerasan terhadap jurnalis terkait pemberitaan, sementara di tahun 2020 sebanyak 43 kasus.

“Walau pun ada penurunan kasus, tapi ini bukan persoalan angka karena satupun seorang jurnalis yang menjadi korban kekerasan, ini tetap menjadi persoalan HAM. Persoalan penegakan hukum juga menjadi persoalan, ada belasan kasus yang kita laporkan ke kepolisian dan hanya ada satu kasus yang ditindaklanjuti ke pengadilan, tapi itu juga masih jauh dari tuntutan, masih di bawah 2 per 3 tuntutan. AJI mendorong jaksa agar tuntutan bisa maksimal,” katanya.

Walau begitu, kasus Nurhadi jurnalis Tempo di Surabaya, menjadi angin segar bagi jurnalis di Indonesia. Sebab untuk pertama kalinya kasus kekerasan terhadap jurnalis akhirnya sampai ke meja pengadilan, diadili dan dinyatakan bersalah. Selain itu, Nurhadi juga mendapatkan restitusi Rp 15 juta dan rekan Nurhadi mendapat Rp 23 juta.

“Ini awal yang baik bisa kita teruskan dan mudah-mudahan kasus lainnya bisa kita tindak lanjuti untuk kasus-kasus lainnya,” ujarnya.
Ia menegaskan, butuh kolaborasi semua pihak untuk menjamin kemerdekaan pers. AJI bersama IJTI juga akan mengusulkan perbaikan MoU antara kepolisian dan dewan pers terkait SPO soal kasus sengketa pers. Sehingga langkah ini diharapkan bisa menghenti kasus sengketa pers melalui jalur UU ITE.

Ketua UMUM IJTI, Herik Kurniawan mengungkapkan, sikap IJTI sama dengan AJI bahwa ada hal-hal lain yang lebih substantif yang harus dilakukan dalam hal konteks HPN. IJTI ingin berusaha untuk mencari kapan HPN harus dipindahkan kalau memang konteksnya dipindahkan. Dan kita memilih tanggal 23 September sebagai Kemerdekaan Pers, karena ini bagian dari literasi juga kepada masyarakat Indonesia dan seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan jurnalis.

“Jadi ketika hari kemerdekaan pers digaungkan semua orang, sehingga orang akan melihat oh ada UU Pers, jadi secara tidak langsung melatih masyarakat terkait UU Pers. Kenapa hal ini sangat penting karena saya melihat pemahaman terkait regulasi ini memang harus terus ditingkatkan harus dimaksimalkan, dan minimnya pemahaman terkait UU Pers itulah yang memicu terjadinya kekerasan,” ujarnya.

Menurutnya, kemerdekaan pers bukanlah bagian dari perlakuan khusus kepada jurnalis, melainkan ditujukan bagi publik atau masyarakat untuk lebih memahami UU Pers. Minimnya pengetahuan publik terkait UU Pers juga menjadi dasar terjadinya kekerasan terhadap jurnalis dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Disamping itu, kemampuan serta profesional jurnalis harus terus ditingkatkan dan dimaksimalkan dari seluruh aspek, mulai dari teknis, non teknis termasuk pemahaman terkait regulasi (UU Pers).

“Tapi tidak itu saja teman-teman non jurnalis, publik atau siapapun itu juga harus memahami terkait dengan aktivitas jurnalis, jadi pemahaman itu sama. Sehingga semoga tidak ada lagi kasus kekerasan itu. Sebenarnya ada banyak faktor juga itu terjadi, ini faktor kepentingan. Yang paling penting adalah, jurnalis harus berdiri pada publik. bayangkan saja kalau ada kasus bertahun dan tidak terselesaikan, dan jurnalis takut untuk menyampaikan informasi sehingga publik akan kehilangan kepercayaan kepada jurnalis itu yang lebih berbahaya,” ungkapnya.

Saat ini, katanya, jurnalis memiliki tantangan yang sangat besar dibanding era-era sebelumnya. Terlebih saat ini banyak orang melakukan aktivitas jurnalistik tapi bukan jurnalisme. Mereka bisa menggunakan platform audio visual, teks dan audio seperti podcast.

“Yang saya khawatirkan ketika terjadi UU Pers yang didalamnya terdapat kemerdekaan pers itu tidak tersosialisasikan dengan baik, maka akan terjadi guncangan-guncangan di dunia jurnalis indonesia. Saya khawatir pada saatnya kemudian, orang akan meninggalkan media mainstream atau media pers. Karena media pers itu berbeda dengan media sosial atau mereka yang melakukan aktivitas jurnalistik tapi bukan jurnalis,” ucapnya.

Henrik mengaku, kekerasan jurnalis merupakan persoalan yang panjang, bukan hanya terhadap jurnalis namun perlindungan terhadap publik.

Meski begitu, Henrik juga sedikit menyesalkan tindakan jurnalis yang menjadi korban kekerasan namun kemudian mencabut laporan atas kasus tersebut. Menurutnya, ketika korban mencabut laporan itu maka tidak ada langkah yang bisa dilakukan. Ia berharap, kasus serupa tidak terus berulang.

Kabid Humas Polda Sultra Kombes Pol Ferry Walintukan menjelaskan, UU ITE setra UU Pers memiliki kedudukan yang sama di mana kedua UU tersebut tergolong dalam UU Lex Specialis. Ia menyebutkan, UU ITE merupakan delik aduan, di mana laporan terkait UU ITE tidak dapat dihentikan bila pelapor tidak mencabut laporannya.

Meski begitu, kasus pelaporan karya jurnalistik ke pihak kepolisian dapat diminimalisir bila diselesaikan secara bersama-sama dengan membangun koordinasi ke pihak kepolisian dalam hal ini melalui Kabid Humas.

“Jika terkena masalah, utamanya ITE atau masalah sengketa pers supaya menghubungi kami, supaya kami memfasilitasi. Tapi kalau kami tidak dihubungi bagaimana kami mau memfasilitasi, kalau kami tahu, seperti ada rekan-rekan yang diancam atau apapun ketika ada laporan pasti kami proses, apalagi Kapolri dan Kapolda yang sekarang sangat meng atensi keselamatan pers. Karena polri itu bekerja semuanya sesuai amanat UU No 40 tahun 1999 bagaimana kita memberikan kebebasan pers dan melindunginya,” ujarnya.

Ia berharap, ketika nanti terdapat Peraturan Perundang-undangan yang akan dilaunching ada poin-poin yang harus ditekankan.

Sementara, Peneliti Media Aswan Zanynu menyebutkan, kemerdekaan pers di indonesia unik karena tidak bisa di lihat dari kacamata aturan, namun ada empat elemen yang bermain di sini. Yakni, negara, pasar,  siapa yang menjadi panglima dalam mengambil keputusan, dan keempat masyarakat.

“Itu adalah empat hal yang menjadi dinamika kemerdekaan pers di Indonesia, bukan kebebasan. Karena menurut guru saya, kemerdekaan itu sifatnya itu lebih punya tanggung jawab, kalau kebebasan takutnya bablas,” ujarnya.

Menurutnya, kemerdekaan pers sesuatu yang harus direbut dan dipertahankan, di mana pihak yang paling bisa menjaga ini adalah pers dan tanggungjawab semua pihak yang punya akses pada media. Ia menegaskan, kasus intimidasi, teror dan beberapa hal yang bisa merampas kemerdekaan pers, sudah selayaknya jadi musuh bersama.

Ia juga mengajak pers untuk merangkul masyarakat agar bisa berada di pihak pers dalam memberikan dukungan terhadap kemerdekaan pers yang bekerja untuk kepentingan publik.

Hukum & Kriminal

4 Kurir Narkoba Diringkus, Polresta Kendari Sita 600 Gram Sabu

Published

on

By

AKBP Yosa Hadi, Wakapolresta pimpin pres rilis pengungkapan peredaran narkoba di Kendari

KENDARI – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), berhasil mengungkap peredaran sabu seberat 600 gram. Pengungkapan ini disampaikan dalam konferensi pers yang dipimpin oleh Wakapolresta Kendari, AKBP Yosa Hadi, di Markas Komando (Mako) Polresta Kendari, pada Rabu, 28 Mei 2025.

Dalam pengungkapan tersebut, Tim Satresnarkoba Polresta Kendari menangkap empat tersangka beserta sejumlah barang bukti, termasuk sabu, handphone, timbangan, dan lainnya.

Keempat tersangka yang ditangkap ini diantaranya Agung (26) Alpi (19), Sainul (32) dan M. Adrian (19).

AKBP Yosa Hadi menjelaskan bahwa para tersangka merupakan kurir narkoba di wilayah hukum Kota Kendari yang ditangkap pada periode Maret hingga Mei 2025.

Modus operandi para tersangka adalah mengedarkan narkoba dengan cara menempelkan barang sesuai pesanan pengguna. Keempat tersangka nekat menjadi kurir narkoba karena motif ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidup mereka.

“Modusnya dengan sistem tempel, kemudian motifnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomo mereka ataupun keluarganya,” kata Yosa.

Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang tentang Narkotika, dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.(**)

Continue Reading

Hukum & Kriminal

Kapolda Sultra Irjen Didik Agung Widjanarko Komitmen Berantas Korupsi Pertambangan bersama KPK

Published

on

By

Kapolda Sultra, Irjen Didik Agung Widjanarko

KENDARI – Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Tenggara (Sultra), Irjen Pol Didik Agung Widjanarko, menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas keamanan di wilayah Sultra.

Irjen Didik juga berjanji memperkuat sinergi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna fokus pada penegakan hukum, khususnya kasus pertambangan ilegal dan korupsi yang meresahkan masyarakat.

“Konsolidasi perkara-perkara mana yang belum bisa berjalan, bagaimana menindaklanjutinya sehingga ke depan semakin ada kepastian hukum. Kalau memang perlu kita koordinasikan dengan KPK untuk dilangkahkan bersama,” tegasnya. Selasa (27/5/2025).

Sebelum menjabat sebagai Kapolda Sultra, Irjen Didik menempati posisi strategis sebagai Deputi Koordinasi dan Supervisi KPK. Pengalaman panjangnya di lembaga antirasuah tersebut menjadi modal kuat untuk membangun kolaborasi antara kepolisian dan KPK.

“Karena tugas saya sebelumnya berkaitan dengan koordinasi dan supervisi, kita bisa meminta penguatan dari KPK agar perkara itu bisa berjalan dengan baik,” katanya.

Tak hanya fokus pada pemberantasan korupsi, Irjen Didik juga menyatakan dukungannya terhadap program nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Ia menekankan peran Polda Sultra dalam mendukung ketahanan pangan serta program makan bergizi gratis untuk pelajar di wilayah Sultra.

Langkah ini sejalan dengan kunjungan perdananya ke dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polda Sultra di Mako Brimob, Kendari, pada Senin (26/05/2025), yang menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung program sosial pemerintah.

Di bawah kepemimpinan baru, Polda Sultra bertekad meningkatkan sinergi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk menciptakan keamanan, ketertiban, dan kondusivitas wilayah.

Dengan pengalaman dan jaringan kuat yang dimilikinya, Irjen Didik optimistis menjadikan Polda Sultra sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum.

“Kami akan melanjutkan langkah positif yang ditunjukkan oleh kapolda sebelumnya, mendukung pembangunan daerah yang bersih dan berintegritas, sekaligus memastikan Sultra tetap kondusif untuk kemajuan bersama,” ucapnya.

Kehadiran Irjen Didik sebagai Kapolda Sultra diharapkan membawa angin segar dalam penegakan hukum dan pembangunan daerah. Masyarakat Sultra pun menaruh harapan besar agar stabilitas keamanan dan pemberantasan korupsi dapat terwujud di bawah kepemimpinannya.(**)

Continue Reading

Hukum & Kriminal

Tiga Pemuda di Kendari Ditangkap karena Pungli Bermodus Perbaikan Jalan

Published

on

By

KENDARI — Tiga pemuda berinisial A, A, dan I ditangkap Satgas Gakkum dalam operasi penanganan premanisme dan pungutan liar (pungli) di Jalan H. Latama, Kelurahan Punggolaka, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari. pada Rabu (21/5/2025) pukul 16.30 WITA.

Ketiganya diduga melakukan pungli dengan modus menimbun dan menyiram jalan rusak untuk mengurangi debu, lalu meminta imbalan dari pengendara yang melintas.

Menurut Kasubdit III Jatanras AKBP Seni Pabesak, para pelaku menghentikan kendaraan roda dua dan empat untuk meminta uang atas “jasa” perbaikan jalan. Tindakan ini mengganggu kenyamanan pengguna jalan dan menimbulkan risiko keamanan.

“Mereka menimbun lubang dengan tanah dan menyiramnya, kemudian meminta bayaran, padahal itu bukan perbaikan resmi,” ujarnya.Jumat (23/5/2025).

Dari penggeledahan, tidak ditemukan senjata tajam atau barang berbahaya lainnya. Ketiga pemuda tersebut kemudian dibina dan diimbau untuk tidak mengulangi perbuatannya. Kepolisian juga meminta masyarakat melaporkan praktik pungli serupa dan mendukung upaya perbaikan infrastruktur yang resmi serta transparan.

Warga diimbau tetap waspada dan segera melapor jika menemukan praktik serupa untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama.(**)

Continue Reading

Trending