Ragam

Pemuda Soroti Praktik Korupsi di Sulawesi Tenggara

Published

on

Rasmin Jaya, Ketua DPC GMNI Kendari

KENDARI, KENDARI24.COM – Maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Sulawesi Tenggara menjadi sorotan publik, terutama setelah penetapan sejumlah pejabat sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Praktik ini mencerminkan relasi kekuasaan yang menyalahgunakan dana publik dari pajak rakyat untuk kepentingan pribadi.

KPK menegaskan komitmennya mendorong tata kelola pemerintahan yang baik dan akuntabel di daerah. Dalam rapat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, disepakati langkah konkret seperti penataan aset, pengawasan sektor tambang, pajak, dan pengadaan barang.

Plt. Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, Agung Yudha Wibowo, menegaskan perlunya pemberantasan korupsi secara menyeluruh, dari hulu hingga hilir.

“Kalau kita tidak tahu masalahnya, bagaimana bisa menyelesaikannya. Sampai Triwulan I 2025, korupsi di daerah didominasi sektor swasta dengan 483 kasus, diikuti eselon I-IV dengan 437 kasus,” ujar Agung.

Ia menyebutkan, korupsi di daerah dipicu ketidaksingkronan antara kepala daerah dan DPRD, mahalnya ongkos politik, serta relasi kekuasaan yang rawan kolusi. Agung juga menyoroti dampak korupsi yang menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, seraya mengajak semua pihak kembali pada semangat pemberantasan korupsi sesuai visi Asta Cita Presiden RI.

Korupsi merugikan masyarakat dan negara, melibatkan penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Rasmin Jaya, Ketua DPC GMNI Kendari, menyayangkan pejabat yang diberi amanah justru memperkaya diri hingga terjerat hukum.

“Tindakan ini melegitimasi krisis kepercayaan rakyat terhadap pejabat publik,” katanya.

Ia menilai, sikap acuh tak acuh masyarakat terhadap demokrasi atau pilkada dipicu oleh pengulangan kesalahan pejabat yang mengambil keuntungan dari keringat rakyat.

“Sampai kapan praktik kejahatan ini dilakukan? Berapa pejabat lagi yang harus dijerat hukum agar kita sadar?” tegasnya. Rasmin menekankan pentingnya kontrol sosial oleh generasi muda sebagai mitra kritis pemerintah.

Rasmin mengingatkan agar kasus korupsi menjadi refleksi bersama. Ia mendesak penegakan hukum yang profesional tanpa pandang bulu, terutama pada praktik kolusi di sektor pertambangan yang melibatkan penguasa dan pengusaha.

“Pejabat publik harus kembali pada amanah dan tanggung jawab untuk mewujudkan harapan rakyat,” ujarnya.

Meski aparat penegak hukum terus berupaya, tantangan pemberantasan korupsi di Sulawesi Tenggara masih besar, terutama di sektor pertambangan dan infrastruktur. Kerjasama antara penegak hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil menjadi kunci. Alokasi anggaran yang seharusnya mendukung pembangunan dan kesejahteraan seringkali berakhir di kantong pribadi, menghambat kemajuan daerah.(**)

Trending

Exit mobile version