KENDARI – Marhaenisme bukan sekadar ideologi, melainkan semangat perjuangan yang diwariskan oleh Soekarno untuk membela hak-hak rakyat kecil. Gagasan ini menyoroti ketimpangan sosial dan ekonomi yang dialami oleh petani, buruh, nelayan, kaum miskin kota, dan kelompok marhaen lainnya. Meski bekerja keras, mereka tetap hidup dalam keterbatasan akibat sistem yang tidak adil.
Menurut Rasmin Jaya, Ketua DPC GMNI Kendari, Marhaenisme masih sangat relevan dalam memperjuangkan keadilan sosial di Indonesia. Ideologi ini menjadi jawaban dan alternatif terhadap tantangan globalisasi dan modernisasi.
“Soekarno merancang Marhaenisme untuk membangkitkan kesadaran rakyat kecil agar mereka tidak terus menjadi korban eksploitasi, baik oleh kapitalisme global maupun elit dalam negeri,” tegasnya. Senin (10/3/2025).
Kelahiran Marhaenisme: Sebuah Percakapan yang Mengubah Sejarah
Marhaenisme berawal dari pertemuan Soekarno dengan seorang petani bernama Marhaen di Bandung pada awal 1920-an. Meski memiliki tanah dan alat pertanian, Marhaen tetap hidup miskin. Dari pertemuan itu, Soekarno menyimpulkan bahwa kemiskinan bukan hanya akibat kurangnya kerja keras, tetapi juga akibat sistem ekonomi yang tidak adil.
“Marhaenisme lahir sebagai perlawanan terhadap ketimpangan dan bentuk penjajahan gaya baru, seperti Nekolim,” ujar Rasmin.
Prinsip-Prinsip Marhaenisme: Jalan Menuju Keadilan Sosial
Marhaenisme menawarkan solusi konkret untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil. Prinsip-prinsip utamanya meliputi:
- Kesetaraan Sosial dan Ekonomi: Memastikan kekayaan dinikmati oleh seluruh rakyat, bukan segelintir elit.
- Anti-Kapitalisme dan Anti-Imperialisme: Menolak segala bentuk eksploitasi oleh kapitalis asing dan elit lokal.
- Nasakom (Nasionalisme, Islamisme, Marxisme): Menyatukan unsur penting dalam karakter bangsa Indonesia untuk menghadapi pertentangan blok dunia.
- Demokrasi Kerakyatan: Menegaskan bahwa kekuasaan harus berada di tangan rakyat.
“Marhaenisme bukan sekadar penolakan terhadap kapitalisme, tapi juga upaya membangun sistem yang adil bagi rakyat kecil,” kata Rasmin.
Upaya Soekarno Mewujudkan Marhaenisme
Sebagai pemimpin, Soekarno berusaha menerapkan Marhaenisme melalui kebijakan seperti:
- Reforma Agraria: Membagikan tanah kepada petani agar mereka berdaya secara ekonomi.
- Nasionalisasi Perusahaan Asing: Mengambil alih perusahaan asing untuk memastikan kekayaan dinikmati oleh rakyat.
- Program Sosial dan Pendidikan: Membangun kesadaran politik dan sosial di kalangan masyarakat.
Namun, penerapan Marhaenisme menghadapi tantangan besar dari dalam dan luar negeri. “Meskipun tidak sepenuhnya berhasil, semangat Marhaenisme tetap relevan hingga hari ini,” tegas Rasmin.
Relevansi Marhaenisme di Era Modern
Marhaenisme tetap menjadi inspirasi bagi gerakan sosial dan politik di Indonesia. Rasmin menegaskan, “Jika melihat ketimpangan ekonomi yang masih terjadi, Marhaenisme tetap relevan. Perjuangan menuju Trisakti – berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya – harus terus diperjuangkan.”
Ia menambahkan, ancaman ideologi asing yang masuk melalui globalisasi dapat menggerus stabilitas bangsa. “Marhaenisme adalah benteng ideologis untuk menghadapi neokolonialisme, neoliberalisme, dan kapitalisme yang berusaha mengeruk kekayaan Indonesia.”
Peran Kader GMNI dalam Memperjuangkan Marhaenisme
Rasmin menegaskan pentingnya konsolidasi kader GMNI untuk memperjuangkan keadilan sosial.
“Kita harus terus merapikan barisan Marhaenis dan memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini bukan sekadar tugas organisasi, tetapi tanggung jawab sejarah dan ideologis.”
Ia juga menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai lebih berpihak pada investasi asing, khususnya di sektor pertambangan, yang berpotensi merugikan rakyat kecil.
“Sebagai Marhaenis, kita harus menjadi garda terdepan dalam membela petani, nelayan, buruh, dan masyarakat miskin kota yang tertindas oleh sistem yang tidak adil,” tegasnya.
Diskusi ini diharapkan memperkuat semangat kader GMNI untuk membumikan ajaran Marhaenisme di Sulawesi Tenggara dan Indonesia secara luas.(*)