Kendari – Pemilihan Raya Mahasiswa Universitas Halu Oleo (Pemira UHO) 2024 yang digelar pada 19 Desember lalu mendapat kritik tajam dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kendari.
Ketua GMNI Kendari, Rasmin Jaya, menilai pelaksanaan Pemira menggunakan sistem e-voting tidak efektif, minim partisipasi, dan rentan kecurangan. Ia menyebut ada indikasi kuat campur tangan oknum birokrasi untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
“Kami telah menyarankan agar Pemira kembali dilakukan secara langsung (offline) agar partisipasi mahasiswa lebih maksimal dan hasilnya benar-benar merepresentasikan suara mereka,” ujar Rasmin. Jumat (20/12/2024)
Menurutnya, pelaksanaan Pemira yang sarat indikasi kecurangan dapat menghasilkan pemimpin lembaga mahasiswa yang tidak produktif dan lebih tunduk pada birokrasi. Hal ini mencederai esensi demokrasi kampus, di mana kelembagaan mahasiswa seharusnya menjadi representasi aspirasi mahasiswa, bukan kepentingan pihak tertentu.
“Masalah ini hampir setiap tahun terjadi. Akibatnya, muncul gugatan dari calon yang merasa dirugikan. Jika pola ini terus berulang, kepercayaan mahasiswa terhadap lembaga kemahasiswaan dan birokrasi akan semakin menurun,” tegas Rasmin.
Selain itu, GMNI juga menyoroti kurangnya transparansi dari penyelenggara Pemira, yakni KPU RM. Menurut Rasmin, jika data hasil pemilihan tidak dibuka secara terang benderang, maka penyelenggara terkesan bungkam dan menutupi fakta.
“Birokrasi kampus semestinya cukup menjadi pembina dan pengarah, bukan mencampuri urusan demokrasi mahasiswa. Intervensi yang terlalu jauh justru akan memicu sikap apatis di kalangan mahasiswa,” tambahnya.
Sementara itu, kader GMNI Kendari lainnya, Sarinah Irma, menekankan pentingnya menjaga integritas proses demokrasi di dunia akademik. “Di kampus, prinsip kesetaraan dan kebebasan harus dijunjung tinggi. Segala bentuk dominasi atau penggiringan opini yang mencederai nilai-nilai demokrasi pasti akan dilawan,” ujarnya.
GMNI juga mengingatkan bahwa kampus adalah laboratorium untuk membentuk jati diri mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa. Jika praktik-praktik kecurangan terus terjadi, maka tidak hanya akan merusak dinamika internal kampus, tetapi juga menciptakan citra buruk bagi Universitas Halu Oleo.
Sebagai langkah solutif, GMNI mendesak penyelenggara Pemira agar menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) dengan sistem yang lebih transparan dan akuntabel. Dengan demikian, proses demokrasi kampus dapat berjalan sesuai harapan seluruh mahasiswa.(**)