KENDARI – Pada peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2025, Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya, menyerukan generasi muda untuk menggelorakan semangat perjuangan dan kesadaran menghadapi tantangan bangsa, khususnya di Sulawesi Tenggara.
“Peringatan Hari Lahir Pancasila harus menjadi momentum untuk membangun nasionalisme, patriotisme, dan menyuarakan solusi atas permasalahan masyarakat kepada pemerintah,” ujar Rasmin Jaya.
Ia menyoroti kompleksitas masalah di Sulawesi Tenggara, seperti penggusuran lahan, dampak negatif pertambangan, infrastruktur dasar yang terbengkalai, serta jaminan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
“Ini tidak bisa dianggap remeh. Semangat Pancasila, khususnya persatuan dan keadilan sosial, harus menjadi landasan utama kepemimpinan pemerintahan,” tegasnya.
Rasmin juga menyinggung pudarnya nilai budaya lokal dan nasionalisme di kalangan generasi muda, yang terlihat dari rendahnya antusiasme dalam memperingati hari besar nasional.
“Banyak generasi muda mengalami krisis mentalitas dan moralitas. Momentum 1 Juni 2025 harus jadi titik balik untuk memperbaiki tatanan lama menuju tatanan baru,” katanya.
Menurutnya, Pancasila bukan sekadar teori politik, melainkan panduan untuk menghapus eksploitasi dan mempersatukan bangsa. Ia menegaskan pentingnya generasi muda sebagai pilar pembangunan nasional, yang harus peka terhadap permasalahan masyarakat dan berpegang pada cita-cita revolusi 1945 menuju keadilan sosial.
“Nasionalisme yang kita junjung, sebagaimana ditekankan Soekarno, adalah peri kemanusiaan yang menolak penghisapan dan kriminalisasi. Generasi muda harus menjadi penggerak dan pengawal pembangunan, sekaligus menjaga nilai-nilai Pancasila di tengah tantangan globalisasi,” tambah Rasmin.
Ia juga mengajak pemuda membangun sikap persatuan dan toleransi melalui organisasi dan jejaring sosial, serta mendedikasikan diri untuk menyelesaikan persoalan masyarakat. “Pancasila sebagai dasar negara harus tetap menjadi acuan menghadapi tantangan global. Generasi muda adalah ujung tombak menjaga kepribadian bangsa,” tuturnya.
Rasmin menutup dengan menekankan pentingnya belajar dari sejarah. “Masa lalu dan kini adalah modal membentuk masa depan. Kita harus menjadi pembuat sejarah, bukan sekadar penikmatnya,” pungkasnya.(**)