Hukum & Kriminal

‎GMNI Kendari Kecam Kepolisian, DPR RI Utamakan Aspirasi Rakyat dan Buka Ruang Dialog

Published

on

Rasmin Jaya saat berorasi di Polda Sultra

‎KENDARI, KENDARI24.COM – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kendari mengecam tindakan brutal dan represif aparat kepolisian yang melindas pengemudi ojek online, yang menggunakan kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi ricuh di depan DPR/MPR RI, Kamis (28/8).

Ketua GMNI Kendari, Rasmin Jaya menegaskan Inseden itu merupakan bentuk kekejaman negara terhadap warganya yang seharusnya kepolisian menjadi pelindung dan pengayom masyarakat justru mereka menjadi bagian yang melakukan kekerasan dan membunuh aspirasi masyarakat sipil.

‎Ia menegaskan bahwa peristiwa ini adalah bentuk tindakan brutal aparat kepolisian yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Aparat yang seharusnya melindungi rakyat justru menjadi ancaman nyata yang merenggut nyawa rakyat kecil.

‎”Dengan aksi yang di lakukan masyarakat harusnya DPR mengutamakan aspirasi rakyat dan membuka ruang dialog serta mencarikan solusi terbaik bukan malah berlindung di balik ketiak kekuasaan,” Harap Rasmin Jaya.

‎Ia menegaskan, agar DPR RI fokus pada tuntutan rakyat mengenai gaji dan tunjangan fantastis DPR yang sangat mengecewakan masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil dan adanya kebijakan efisiensi.

‎Rasmin Jaya menilai tindakan tersebut merupakan pelanggaran HAM yang serius, serta menunjukkan betapa aparat penegak hukum telah kehilangan kendali dalam menjalankan tugasnya. Negara tidak boleh bersembunyi di balik kata “insiden” untuk menutupi kekerasan aparat.

‎Padahal kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sebelumnya sampai saat ini tak kunjung ada proses penyelesaian hingga pelakunya belum di hukum seberat beratnya. Tetapi sudah muncul kasus baru lagi yang menyebabkan hilangnya kepercayaan dan simpati masyarakat terhadap aparat kepolisian.

‎”Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengakibatkan Randi-Yusuf meregang nyawa sampai saat ini belum ada kejelasan, kenapa pemerintah dan Aparat Penegak Hukum (APH) malah menutup mata dan diam,” Tegasnya

‎Ia juga menjelaskan, September berdarah merupakan peristiwa berkabung untuk seluruh mahasiswa seluruh Indonesia dan terkhusus mahasiswa Sulawesi Tenggara.

‎Almarhum Randi dan Yusuf adalah korban dan bagian dari kebengisan aparat kepolisian yang melakukan tindakan represif sampai menghilangkan nyawa 2 anak bangsa yang memperjuangkan keadilan.

‎“Kami dari GMNI Kendari, menuntut dan mendesak Kapolri dan Presiden RI untuk menyelesaikan kasus-kasus besar khususnya Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serta mengevaluasi seluruh jajaran untuk lebih tegas, profesionalitas dan mengedepankan humanitas dalam penegakan keadilan kepada masyarakat,” ungkapnya.

‎Ia menilai Aparat Penegak Hukum (APH) masih menutup mata dan melakukan pembiaran terhadap kasus-kasus yang mengakibatkan masyarakat tidak mendapatkan keadilan hingga kini.

‎Ia membeberkan, sampai kapan masalah ini di biarkan dan membiarkan kejadian serupa terus berulang ulang setiap kali masyarakat menyampaikan aspirasinya.

‎”Kita tidak menginginkan korban terus berjatuhan hanya karena kerakusan elit-elit politik kita sementara masyarakat harus berdarah darah sampai menghilangkan nyawa berbenturan dengan aparat kepolisian yang seyogyanya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat justru berubah menjadi pembunuh berdarah dingin dengan menggunakan seluruh kekuatan dan instrumen negara,” Bebernya.

‎Dengan itu, kami DPC GMNI Kendari menyatakan sikap:

‎1. Menuntut Kepolisian RI bertanggung jawab dalam kasus pembunuhan Driver Ojol

‎2. Menuntut Reformasi di tubuh Kepolisian RI

‎3. Menuntut Polri memastikan kepada seluruh jajaran agar tidak terjadi represifitas di daerah-daerah

‎4. Menuntut agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengambil langkah hukum atas pernyataan provokatif Sahroni sebagai Anggota DPR RI

‎5. Menuntut agar DPR mengutamakan aspirasi rakyat dan membuka ruang dialog

‎6. Menuntut agar DPR fokus pada tuntutan rakyat mengenai gaji dan tunjangan fantastis DPR

‎Terakhir, ia mengharapkan dan menegaskan bahwa penggunaan alat negara yang mengorbankan rakyat adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak boleh dibiarkan berulang, sebab seluruh fasilitas yang ada di tubuh kepolisian adalah berasal dari rakyat yang seharusnya tidak di gunakan untuk membungkam aspirasi rakyat, membunuh rakyat apalagi.

‎”Penanganan aspirasi rakyat tidak boleh dilakukan dengan kekerasan, kekejaman, represifitas, darah, air mata. Kepolisian harus mengedepankan sikap humanis yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) bukan malah berbuat semau hati”, tegasnya.(**)

Trending

Exit mobile version