BOMBANA – Suara anak-anak itu menyatu dengan desiran angin laut dan debur ombak kecil yang memecah pantai. Puluhan siswa duduk beralas pasir, membuka buku dan mencatat pelajaran yang ditulis guru di papan tulis seadanya. Inilah potret keseharian SDN 74 Terapung di Kepulauan Masudu, Desa Terapung, Kecamatan Poleang Tenggara, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Gedung sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman untuk belajar kini tinggal kenangan. Atap yang bocor, dinding retak, dan jendela yang nyaris runtuh membuat bangunan sekolah tak lagi layak digunakan. Ratusan siswa pun terpaksa belajar di luar ruangan, bersahabat dengan cuaca dan alam yang tak menentu.
Kondisi ini bukan tanpa sebab. Menurut Kandamang, Sekretaris Dinas Pendidikan Bombana sekaligus Ketua PGRI Bombana, sekolah ini sempat ditutup setelah pemerintah di era Bupati Tafdil memutuskan untuk merelokasi warga ke daratan demi keselamatan. Namun, waktu membawa cerita berbeda. Banyak warga kembali ke pulau, termasuk keluarga dengan anak-anak usia sekolah. Maka, SDN 74 Terapung pun “hidup kembali”, meski hanya dengan semangat dan keterbatasan.
“Kami tidak memfasilitasi secara langsung, tetapi atas desakan masyarakat, kepala sekolah mengarahkan guru untuk tetap mengajar di kepulauan,” ujar Kandamang, Selasa (27/5/2025).
Kini, SDN 74 terbagi dua. Satu berada di daratan, satu lagi di kepulauan. Dengan segala keterbatasan, guru-guru tetap datang, menyeberangi lautan demi memastikan tak ada anak yang tertinggal pelajaran.
Namun semangat itu butuh dukungan nyata. Kandamang menegaskan bahwa pihaknya akan segera melaporkan kondisi ini kepada Bupati Bombana, Burhanuddin, agar ada langkah cepat dan konkret memperbaiki fasilitas sekolah di pulau tersebut.
“Kami masih menunggu keputusan pemerintah untuk solusi terbaik,” ujarnya.
Di tengah segala keterbatasan, anak-anak SDN 74 Terapung terus menulis masa depan mereka, huruf demi huruf, angka demi angka, di atas tikar yang terhampar di pasir pantai. Mimpi mereka tak akan kandas, selama ada yang peduli.(**)