KENDARI, Kendari24.com – Pasca kenaikan harga BBM bersubsidi beberapa waktu lalu, warga Kota Kendari masih saja sulit mendapatkan BBM dengan mengantri bahkan terkadang harus kehabisan jatah BBM di SPBU.
Menindaklanjuti keluhan warga, Polresta Kendari memanggil pihak Pertamina, pemilik SPBU, pengawas SPBU untuk rapat koordinasi di Aula Rupatama, Polresta Kendari, Selasa (20/9/2022).
Kapolresta Kendari Kombes Pol M Eka Faturrahman mengingatkan agar pihak pertamina dan pemilik SPBU mentaati aturan yang telah ditetapkan.
“SPBU harus memberikan pengumuman atau surat edaran terkait aturan pengisian BBM di SPBU, dan yang bertugas sebagai pengawas di SPBU harus melihat dan mengawasi setiap hari,”ungkapnya.
Kapolresta menambahkan ke depan akan mendorong terbentuknya suatu forum bersama antara Polresta Kendari, Pertamina dan pemilik SPBU dalam memecahkan masalah masyarakat terkait distribusi BBM bersubsidi.
“Jadi ini bukan pertemuan yang pertama dan terakhir, kedepan kita akan bangun forum ini seperti forum lalu lintas, jadi akan kita buat rapat tiap bulan untuk rapat koordinasi rutin, sehingga jika ada masalah-masalah kita carikan solusi bagi masyarakat,”
Dalam rapat koordinasi itu terdapat tiga poin yang menjadi kesepakatan bersama diantaranya komitmen moral masing – masing pihak yaitu PT. Pertamina Wilayah Sulseltra, Pihak SPBU serta Pihak terkait dalam penyaluran BBM Subsidi terkhusus di wilayah hukum Polresta Kendari, Tidak ada lagi pengisian BBM yang melewati kapasitas yang telah ditentukan dari pihak PT. Pertamina, dan pihak SPBU tidak akan melayani pengisian jerigen dan tangki modifikasi pada BBM Subsidi selain untuk kebutuhan Pertanian yang telah direkomendasikan oleh Dinas terkait.
Pendistribusian minyak dan gas telah diatur dalam Undang-undang (UU) Minyak Dan Gas (Migas) No.22 Tahun 2021, dalam aturan itu terdapat ketentuan pidana, yakni Pasal 55 yang berbunyi bahwa setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp.60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).