News

Air Sungai Oko-Oko Merah: WALHI Sultra Desak DLH Hadapi Fakta Pencemaran

Published

on

Kondisi sungai Oko-oko Kolaka

KENDARI – WALHI Sulawesi Tenggara menantang Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulawesi Tenggara untuk berhenti bersembunyi di balik data administratif dan segera turun ke lapangan. Pernyataan Kepala DLH Sultra, Andi Makkawaru, pada 29 April 2025, yang menyebut Sungai Oko-Oko belum tercemar dan masih memenuhi standar kelas II, dianggap menutup mata terhadap kenyataan pahit yang dihadapi masyarakat.

Sungai Oko-Oko, yang dulu menjadi sumber kehidupan, kini telah berubah drastis. Airnya yang jernih kini merah pekat, tercemar lumpur dan racun akibat aktivitas tambang nikel di hulu sungai.

“Bagaimana bisa dikatakan belum tercemar, ketika kami menyaksikan sendiri air sungai berubah merah, sawah tidak lagi produktif, dan petani terancam gagal panen?” tegas Andi Rahman, Direktur WALHI Sulawesi Tenggara.

Investigasi WALHI pada Oktober 2022 mengungkap fakta mencemaskan: air Sungai Oko-Oko mengandung kromium heksavalen (Cr-VI) dengan kadar 0,021–0,124 mg/L, jauh melampaui ambang batas aman untuk sungai kelas II sebesar 0,005 mg/L. Temuan ini bukan sekadar angka, melainkan bukti ancaman nyata bagi kehidupan masyarakat di Kecamatan Tanggetada dan Pomalaa, Kabupaten Kolaka.

Lebih jauh, lumpur beracun dari sungai mengalir ke laut, menghancurkan ekosistem pesisir. Terumbu karang rusak, ikan menghilang, dan nelayan tradisional kehilangan mata pencaharian karena jaring mereka sering kosong.

Sebelumnya Kepala DLH Sultra, Andi Makkawaru, menyatakan bahwa status pencemaran Sungai Oko-Oko belum dapat dipastikan tanpa pengujian di laboratorium terakreditasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ia menyebutkan bahwa sungai tersebut masih memenuhi baku mutu kelas II, sehingga dianggap aman.

“Kita tidak bisa menyatakan perusahaan menyebabkan pencemaran tanpa pengambilan dan pengujian sampel sesuai standar,” ujarnya.

Namun, WALHI Sultra menilai pernyataan ini tidak mencerminkan realitas di lapangan. Oleh karena itu, WALHI Sultra mendesak DLH Provinsi Sulawesi Tenggara untuk Segera turun ke Sungai Oko-Oko untuk memverifikasi kondisi secara langsung, bukan hanya mengandalkan data administratif.

Walhi juga meminta penegakan hukum terhadap perusahaan tambang yang terbukti mencemari lingkungan dan merugikan masyarakat.(**)

Trending

Exit mobile version